Kesurupan

Adapun pengertian kesurupan secara ringkas yang dinyatakan oleh Syekh Wahid Abdussalam Bali hafidzahullahu ta’ala adalah:

Kesurupan adalah satu ungkapan untuk gangguan yang menimpa akal manusia sehingga dia tidak sadar dengan apa yang ia katakan, maka ia tidak bisa mengkaitkan apa yang telah ia katakan dengan apa yang akan dikatakan, dia kehilangan daya ingatan akibat gangguan syaraf, sebagai akibatnya dia terganggu dalam gerakannya dan tidak mampu menguasai jalannya sehingga sempoyongan bahkan terkadang tidak mampu memperkirakan langkah-langkah kakinya sesuai dengan jarak yang semestinya

Lebih lanjut al Hafidz Ibnu Hajar al Asqolani rahimahullahu ta’ala menyatakan, kesurupan adalah:

Penyakit yang mencegah organ-organ penting dari fungsinya secara sempurna dan penyebabnya adalah udara keras yang menyumbat pembuluh darah di otak atau udara kotor yang naik dari sebagian anggota tubuh yang naik ke pembuluh otak terkadang diikuti dengan kejang sehingga penderita terhuyung-huyung bahkan terkadang jatuh dan mengeluarkan busa dari mulutnya karena kelembaban yang berlebihan (epilepsi) dan terkadang hal yang sama juga bisa disebabkan oleh gangguan jin yang tidak akan menimpa kecuali pada orang yang jiwanya rusak / buruk, adakalanya karena ia suka kepada sebagian rupa manusia atau karena ingin menyakitinya

Dari pemahaman definisi kesurupan oleh Imam Ibnu Hajar diatas, dapat dijelaskan sebagai berikut:

  1. Bahwa ada penyakit yang itu wilayah medis murni seperti epilepsi yang tentunya kita tidak menyatakan hal itu sebagai suatu bentuk gangguan jin, meskipun sangat mungkin bisa sembuh dengan ruqyah syar’iyyah
  2. Bahwa ada penyakit seperti gejala epilepsi ataupun penyakit jenis gangguan yang lain yang memang itu disebabkan oleh gangguan jin. Jenis kedua ini ciri utamanya adalah dokter kesulitan menyembuhkan, baik karena belum terdefinisi, tidak ada obatnya, ataupun sudah diobati, tapi tidak kunjung sembuh, atau sembuh tapi kambuh lagi dan terus berulang. Sehingga tidak dibenarkan dan salah, jika setiap penyakit yang istilah-istilahnya ada di dunia medis, gejala-gejala klinisnya pun ada, dan dokterpun bisa mengobatinya kemudian kita katakan serta merta sebagai gangguan jin

Oleh karena itu, pengobatan ruqyah syar’iyyah tidak ideal dan tidak bijaksana jika harus dibenturkan dengan kedokteran, seolah-olah berseberangan, padahal dalam banyak hal, mestinya bisa kita pertemukan dan saling melengkapi. Bukankah semua ilmu itu datangnya dari Alloh subhanahu wa ta’ala? Jika orang kafir sudah mensekulerkannya, maka sudah saatnya harus ada gerakan integrasi pengobatan

Agar kita tidak salah atau agar dapat meminimalisir kesalaha, bahkan bisa juga Alloh subhanahu wa ta’ala akan memberi taufiq dengan munculnya teori teori yang baru yang memudahkan proses ruqyah di masa yang akan datang, insya Alloh, maka ruqyah tidak lagi terkesan menakutkan dan membuat trauma masyarakat, terkesan aib karena jadi tontonan, dan terjadi fitnah dalam majelisnya. Maka penulis sarankan untuk mengkaji ilmu ruqyah dengan merujuk dan memahami berulang-ulang kali kitab-kitab sebagai berikut:

  1. Wiqoyatul Insan Minal Jinni wa asy Syaithon, Syekh Wahid Abdussalam Bali
  2. Ash Shorimul Battar fi Tashoddi Lisaharotil Asror, Syekh Wahid Abdussalam Bali
  3. Ar Ruqyah asy Syar’iyyah wath Thibb wa Ilajul Mashuur min Shohihul Bukhori wa Fathul Bari, Syekh Muhammad Hasan Ismail
  4. Qowaid ar Ruqyah asy Syar’iyyah, Syekh Abdullah bin Muhammad as Sadhan
  5. Kaifa Tu’allij Maridhoka, Syekh Abdullah bin Muhammad as Sadhan
  6. Fathul Haqqil Mubin fii Ahkami Ruqo asy Syar’i was Sihr wal ‘Ain, Syekh Abu Baro’ Usamah bin Yasin al Ma’ani
  7. Ad Daa’ wad Dawaa’, Ibnul Qoyyim al Jauziyah
  8. Ighotsatul Lahfan min Masho’idisy Syaithon, Ibnul Qoyyim al Jauziyah
  9. Ath Thibbun Nabawi, Ibnul Qoyyim al Jauziyah
  10. Al Furqon Baina Aulia’ul Rohman wa Auliya asy Syaithon, Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah
  11. Risalatus Sihr, Syekh Abdul Aziz bin Baz
  12. Madarijus Salikin, Ibnul Qoyyim al Jauziyah
  13. Zaadul Ma’ad, Ibdul Qoyyim al Jauziyah
  14. Idhohul Bayan fii ‘Ilajul mass wa Sihr wa Idzaul Jann, Abu Mush’ab Thol’at bin Fu’ad
  15. Halal Harom Ruqyah, Ustadz Musdar Bustamam Tambusai
  16. Buku Pintar, Jin, Sihir, dan Ruqyah Syar’iyyah, Ustadz Musdar Bustamam Tambusai

Alhamdulillah, sebagian besar buku-buku diatas sudah ada terjemahannya, jadi tidak ada lagi alasan untuk tidak mau belajar dan mendalami lagi dan terus memperdalam ilmu ruqyahnya.

Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda:

Barangsiapa yang melakukan pengobatan dan ia tidak tahu ilmunya sebelum mengobati, maka ia bertanggung jawab

Hadits ini menekankan bahwa ilmu itu harus dikuasai sebelum mengobati. Jadi belajar dulu yang benar sampai paham baru praktek lapangan. Jadi siapa saja yang mengambil bagian tanggung jawab pengobatan (ruqyah syar’iyyah) sementara ia tidak mengetahui ilmunya maka ia bertanggung jawab dengan kesalahan – mal praktek terhadap pengobatan yang ia lakukan.

Karena ruqyah adalah bagian dari agama maka kesalahan tidak hanya dibebankan pada dirinya dari sisi tindakan pengobatan, akan tetapi juga cara pandang, ilmu, fatwa, dasar pemahaman dan lain-lain juga menjadikan ia terbebani dan bertanggung jawab di hadapan Alloh subhanahu wa ta’ala dan RasulNya tentang benar tidaknya apa yang ia yakini dan lakukan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *